Dapatkan Informasi dan Artikel Terbaru Dari Blog Ini dengan Menambahkan Ke Daftar Favorit [ Klik Disini ]

Table of Content

Review “Mereka Bilang Saya Monyet”

Saya mengulas balik resensi film "Mereka Bilang Saya Monyet" 2007 silam ini setelah saya untuk kesekian kalinya melihat Titi Sjuman di TV yang kemudian saya teringat kualitas beliau dalam perfilman Indonesia khususnya dalam realita terjebak dalam masa silam. Teringat dulunya, saya kira film ini menceritakan tentang komedi yang akan membuat perut saya tergelitik terbahak-bahak sampai mampus seperti Mr. Bean.

Setelah berjalan menelusuri alur cerita yang semakin rumit untuk dimengerti akhirnya keherananku terbuka lebar, apa yang dihadapan saya bukan seperti yang kupikirkan. Cerita yang sungguh realita dalam kehidupan abad 2000-an. “Ibu saya memelihara seekor lintah, lintah itu dibuatkan sebuah kandang yang mirip seperti rumah boneka berlantai dua lengkap dengan kamar tidur….”. Mengupas persoalan perempuan yang kerap kali menjadi “sedotan” di dalam gelas teh manis, manisnya habis sedotannya dibuang. Mengarah kepada kehidupan seksualitas memang terlalu rumit untuk diluruskan pada jaman sekarang. Timbulnya kerangka perilaku kedewasaan tentunya berawal dari bimbingan orangtua, atau di dalam keluarga sendiri. Memang film ini terlalu banyak bercerita tentang kehidupan nyata masa kini yaitu perilaku seks sehingga film ini hanya bisa ditonton oleh orang dewasa. Namun, Djenar Maesa Ayu tidak pernah melepaskan sedikitpun unsur masa lalu yang nyata pada diri seseorang.

Film yang bertutur tentang masa lalu yang kelam telah menjadi momok yang mendikte arah masa depan seseorang, Titi Sjuman rela melepaskan harga diri seorang wanita demi kemulusan perjalanan karir. Masa kecil Adjeng (Titi Sjuman) yang kelam membantunya dengan semakin memperburuk keadaan setelah dia dewasa. Perlakuan orangtua yang kurang layak membentuk karakter sehingga membuat Adjeng lebih agresif bila dihadapan sahabat-sahabat, tapi sebaliknya dia beralih pasif jika berhadapan dengan ibunya walau dalam masa kedewasaan.

Namun info lain yang sangat penting adalah seringkali keluarga yang membuat jarak terlalu jauh kepada putri bila masa pahit telah merenggut jati diri kewanitaannya. Menakutkan bila tidak ada orang lain yang akan memperhatikan putrinya kelak, atau bilang saja dia sudah termasuk dalam kumpulan perempuan malam. Adjeng yang selalu terbayang dengan masa lalu telah mencerna seluruh makna kehidupannya sendiri dan mencoba untuk memuntahkannya tapi kebutuhan hidup harus tetap berlangsung. Jika kamu bilang hanya menonton sekali, saya yakin sulit untuk menerjemahkan arti khusus dari film itu, patutnya menonton untuk kedua kalinya agar lebih jelas makna yang terkandung di dalamnya.

Film ini saya anggap lugas dan lebih terbuka untuk menceritakan realita kehidupan. Tidak mengambang, lurus menuju klimaksnya dan satu lagi, menilai sebuah film berbeda dengan apa yang anda lihat. Penulis sekaligus Sutradara "Mereka Bilang Saya Monyet" Djenar Maesa Ayu.

Posting Komentar